Tujuan Penerapan FMEA
Tujuan dari penerapan FMEA adalah untuk mengendalikan penyebab potensi kegagalan sehingga defect pada produk bisa dicegah. Pertanyaannya adalah, sudah seberapa efektifkah FMEA yang sudah anda buat ? Salah satu kunci penyebab FMEA yang kurang efektif adalah, Core Team kurang memahami dengan baik setiap tahapan proses pembuatan FMEA.
7 Step Penerapan FMEA
Salah satu perubahan yang cukup signifikan dari FMEA Handbook 1st edition adalah penerapan 7 step dalam penerapan FMEA. Penerapan 7 step ini memberikan kemudahan dalam menyusun FMEA step by step sehingga kita bisa memahami kegagalan dan penyebab kegagalan secara lebih spesifik. 7 Step dalam penerapan FMEA diantaranya adalah:
1. Perencanaan dan Persiapan
Perencanaan dan persiapan merupakan tahap penting dalam penyusunan FMEA, karena dengan perencanaan dan persiapan yang baik maka akan memudahkan dalam melakukan tahapan-tahapan berikutnya. Tujuan dalam tahapan ini, organisasi diminta untuk terlebih dahulu memahami produk yang akan dibuat, memahami karakteristik produk seperti adakah peraturan terkait dengan produk, persyaratan teknik, kebutuhan dan harapan customer terkait dengan produk, persyaratan error profing dan FMEA untuk similar produk yang sudah dibuat sebagai referensi. Dengan memahami lebih detil terkait dengan produk pada tahapan perencanaan ini maka akan sangat membantu dalam menganalisa potensi kegagalan dan penyebab kegagalan. Pada tahapan ini juga sekaligus merencanakan untuk mempertimbangkan proses-proses yang akan dilakukan analisa potensi kegagalan seperti: proses penerimaan, penyimpanan material dan part, pengiriman produk dan material, manufacturing, dll.
2. Analisa Struktur
Step kedua dalam penyusunan FMEA adalah melakukan analisa struktur. Dalam tahapan ini organisasi diminta untuk mengidentifikasi breakdown dari sistem manufacturing kedalam item proses, tahapan proses dan elemen proses kerja. Mudahnya pada tahapan ini kita mentapkan flow proses. Diagram flow proses merupakan sebuah tools yang dapat digunakan sebagai input untuk analisa struktur. Selain itu kita juga harus memahami keterkaitan antara Item Proses, Tahapan Proses dan Elemen Proses Kerja. Contoh misalnya untuk membuat produk A terdiri dari proses Forging, Machining, Painting dan Assembly Line. Setelah kita mengidentifikasi item proses apa saja untuk membuat produk, selain itu menetapkan urutan tahapan prosesnya dan sekaligus memahami elemen proses kerja disetiap proses. Contoh elemen proses kerja yaitu terdiri dari 4M (Manusia, Mesin, Material dan Lingkungan). Dengan memahami sampai dengan elemen proses kerja, maka identifikasi potensi kegagalan dan penyebab kegagalan akan lebih spesifik.
3. Analisa Fungsi
Tahap analisa fungsi ini merupakan tahapan untuk memastikan apakah persyaratan produk/proses sudah sesuai atau belum. Tahapan ini merupakan tahapan penting karena ketika kita membuat sebuah produk maka kita harus memahami betul fungsi dari produk yang dibuat. Misalnya, produk ini akan dipasang dimana ? Produk ini ada pasangannya atau tidak ? Produk ini apakah akan menjadi bagian dari sub komponen atau tidak ? Dimana bagian spesial karakteristik pada produk ?, dll. Tahapan awal dari analisa fungsi yaitu harus mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan fungsi produk dan proses, persyaratan produk dan proses, persyaratan keselamatan karyawan, dampak lingkungan, kondisi lingkungan pabrikasi, dll. Deskripsi fungsi harus benar-benar jelas sebelum tahapan analisa fungsi dilakukan.
4. Analisa Kegagalan
Setelah memahami fungsi pada produk/proses, kemudian melangkah pada step ke-4 yaitu analisa potensi kegagalan. Untuk melakukan analisa potensi kegagalan, sebelumnya harus memahami definisi dari customer, customer terdiri dari: Internal Customer (next proses), Eksternal Customer (OEM, Next Tier), Pemerintah, End User. Analisa potensi kegagalan dilakukan pada tiap-tiap element/tahapan proses. Dampak kegagalan yang bisa berpengaruh terhadap safety atau regulasi pemerintah harus teridentifikasi dengan jelas pada FMEA. Dampak kegagalan mencakup 3 hal yaitu: Efek kegagalan pada Plant, efek kegagalan pada ship to plant dan efek kegagalan pada end user. Artinya dalam tahapan analisa kegagalan ini mencakup identifikasi dampak dari kegagalan dan potensi kegagalan pada elemen proses dan mengidentifikasi penyebab kegagalan pada elemen proses kerja. Contoh misalnya dalam proses Painting, persyaratan proses painting adalah hasil painting rata, tidak bergelombang. Dampak potensi kegagalannya adalah hasil painting tidak rata sehingga mengganggu tampilan, potensi kegagalanya hasil Painting bergelombang, penyebabnya karena proses penyemprotan yang dilakukan oleh operator tidak rata atau pressure tidak stabil.
5. Analisa Risiko
Pada tahapan analisa risiko ini kita diminta untuk mengidentifikasi pengendalian yang sudah dilakukan baik untuk mencegah munculnya penyebab dan tindakan untuk mendeteksi kegagalan pada proses/produk. Tindakan yang sudah dilakukan untuk mencegah munculnya penyebab kegagalan disebut dengan “Pengendalian Pencegahan saat ini” dan tindakan yang sudah dilakukan untuk mendeteksi kegagalan disebut dengan “Pengendalian Deteksi saat ini”. Kemudian kita harus melakukan evaluasi untuk mengetaui efektifitas tindakan pencegahan dan deteksi saat ini dengan cara melakukan penilaian terhadap dampak kegagalan berdasarkan tingkat keparahan (Severity), tingkat frekuensi munculnya penyebab kegagalan (Occurance) dan seberapa efektifnya tindakan unruk mendeteksi penyebab kegagalan dan kegagalan (Detection).
Untuk penetapan tingkat severity pada FMEA Handbook 1st edition dibuat lebih detil berdasarkan dampak kegagalan yang terjadi di customer. Sesuai dengan FMEA 4th edtion yang dikeluarkan oleh AIAG, definisi customer yaitu End User, OEM (perusahaan perakitan kendaraan), Supply Chain Manufacturing dan Regulators. Pada tabel tingkat severity FMEA terbaru di uraikan kegagalan di setiap customer tersebut. Occurance adalah menggambarkan seberapa sering munculnya penyebab potensi kegagalan terjadi. Pada FEMA terbaru nilai Occurance digambarkan secara kualitatif dengan mempertimbangkan keefektifan pengendalian pencegahan terhadap penyebab potensi kegagalan. Pengendalian pencegahan yang dilakukan dengan menggunakan metode teknik maka akan diprediksikan semakin kecil kemungkinan munculnya penyebab potensi kegagalan tersebut. Detection merupakan penilaian kemampuan sistem kontrol yang dilakukan untuk mendeteksi penyebab kegagalan/potensi kegagalan. Untuk penilaian rating Detection secara umum sama dengan FMEA 4th edtition, hanya saja untuk Detection pada FMEA Handbook 1st edition ada penambahan keterangan metode detection berdasarkan maturity/kematangan. Misalnya untuk rating Detection 7 dan 8 kemampuan deteksinya rendah karena meode deteksi belum terbukti secara keefektifan dan kehandalannya.
6. Optimisasi
Isitilah optimisasi adalah sama dengan tindakan rekomendasi jika pada FMEA 4th edition yang dikeluarkan oleh AIAG. Pada tahapan optimisasi ini adalah untuk menetapkan tindakan untuk memitigasi risiko dan menilai efektifitas tindakan pencegahan terhadap penyebab kegagalan dan deteksi terhadap kegagalan. Optimisasi yang paling efektif adalah dengan cara:
- Modifikasi proses untuk meng-eliminasi atau mitigasi dampak kegagalan (severity).
- Modifikasi proses untuk mengurangi Occurance pada penyebab kegagalan.
- Meningkatkan sistem deteksi (Detection), kemampuan untuk mencegah munculnya Penyebab Kegagalan atau Kegagalan.
7. Dokumentasi hasil
Pada step ke 7 dalam penyusunan FMEA ini adalah membuat kesimpulan dan mengkomunikasikan hasil aktivitas analisa potensi kegagalan dan dampaknya. Hal ini penting untuk dilakukan khususnya komunikasi kepada operator produksi, agar mereka memahami apa saja faktor-faktor penyebab kegagalan yang harus dikendalikan. Juga mengkomunikasikan tindakan untuk menurunkan risiko kepada bagian terkait di organisasi dan kepada customer dan atau supplier.